Jumat, 10 Februari 2012

"DERET ANGKA" soal dan penyelesaian.

   Ini adalah tes numerik, dalam tes ini anda diharuskan untuk melengkapi satu atau lebih angka dari suatu deret yang memiliki berbagai pola yang berbeda-beda.
   Lagi-lagi dalam tes ini anda harus memiliki 3K 1L yaitu : kecepatan, ketepatan, konsentrasi, LATIHAN.  Ingat semakin banyak kita latihan maka kita akan semakin terbiasa dan mudah dalam mengerjakan soal-soal tersebut.

"TIPS"

1.   Sebelum anda tes sebaiknya anda mengisi perut anda ( secukupnya ) terlebih dahulu agar ketika anda tes konsentrasi anda tidak terganggu karena rasa lapar.
2.   Siapkan alat tulis anda, biasanya pada tes ini anda akan menggunakan pena, maka siapkanlah pena anda minimal dua buah untuk mengantisipasi jika pena anda yang satunya macet, sebab waktu kita dalam mengerjakan tes ini terbatas.
3.   Usahakan posisi duduk anda senyaman mungkin, karena kenyamanan anda dalam melakukan tes akan berpengaruh besar terhadap kelancaran dan konsentrasi anda pada saat tes.
4.   Jika pada saat tes anda memakai baju lengan panjang, sebaiknya anda rapihkan lengan baju anda ke atas atau lengan baju anda digulung sehingga tidak mengganggu pada saat anda menulis jawaban.    
5.   Simpan semua barang-barang yang menurut anda mengganggu pada saat tes, terutama matikan Handphon anda, karena dapat mengganggu konsentrasi anda dan juga dapat mengganggu orang lain pada saat tes.
   Berikut beberapa contoh Soal Deret Angka dan penyelesaiannya :
1.   2    5    4     15    8    45    ...   ...
   A. 16 dan 115
   B. 20 dan 135
   C. 16 dan 135
   D. 16 dan 155
   E. 20 dan 125
Jawaban : C
Pembahasan :
image description
Deret angka di atas terdiri dari dua pola, yaitu deret angka ganjil yang memiliki pola (n x 3) sedangkan deret angka genap memiliki pola (n x 2)
maka, deret selanjutnya adalah :  8 x 2 = 16. dan 45 x 3 = 135

2.   2    3    5     8     ...   ...    23   30
   A. 12 dan 17
   B. 20 dan 31
   C. 16 dan 30
   D. 12 dan 20
   E. 12 dan 14
Jawaban : A
Pembahasan :
image description
Deret angka di atas terdiri dari satu pola, yaitu terjadi penambahan angka  secara terus menerus 1+2+3+4 ........
maka, deret selanjutnya adalah : 8 + 4 = 12, dan 12 + 5 = 17

3.   30    20    10     40     ...   ...    50   40
   A. 30 dan 10
   B. 15 dan 20
   C. 20 dan 25
   D. 30 dan 20
   E. 15 dan 25
Jawaban : D
Pembahasan :
image description
Deret angka di atas terdiri dari satu pola, yaitu terjadi pengurangan - 10 sebanyak dua deret setelah itu terjadi penambahan + 10, dan terus seperti itu.
maka, deret selanjutnya adalah : 40 - 10 = 30, dan 30 - 10 = 20

4.   ...    2    8     6     11   10    14   ...
   A.  3 dan 14
   B.  6 dan 14
   C.  2 dan 16
   D.  5 dan 14
   E.  6 dan  8
Jawaban : D
Pembahasan :
image description
Deret angka di atas terdiri dari dua  pola, yaitu angka pertama + 3 dan angka ke dua + 4
maka, deret angka yang pertama adalah : .... +  3 = 8,( sehingga ..... = 5 ), sedangkan angka yang terakhir  adalah : 10 + 14 = 14
5.   100    200     ...     300   1200    6000   ...
   A.  300 dan 14000
   B.  600 dan 18000
   C.  2000 dan 16000
   D.  600 dan 14000
   E.  600 dan  15000
Jawaban : B
Pembahasan :
image description
Deret angka di atas terdiri dari dua  pola, yaitu pola pertama x 2, x 3,...... dst, pola kedua : 2
maka, deret angka ke tiga adalah : 200 x 3 = 600 , dan deret terakhir adalah : 3000 x 6 = 18000

   Dari beberapa contoh di atas bahwa perhitungan Deret Angka dapat kita selesaikan dengan cara mengikuti alur deret tersebut dari deret pertama sampai deret terakhir, biasanya deret yang dipakai BUKAN merupakan angka yang sulit untuk di hitung, sebab semua soal sudah di buat semudah mungkin untuk di hitung tanpa menggunakan alat hitung seperti kalkulator dan lain-lain, jadi Jangan pernah TREKECOH dengan besarnya jumlah angka  tersebut.
   '' Ingat selalu  3K 1L ( kecepatan, ketepatan, konsentrasi, LATIHAN ).''

wanita jepang di depan pintu masjid

Bersungut-sungut seorang wanita muda Jepang keluar dari pintu bangunan masjid. Cuaca Tokyo yang dingin tak urung membuat wajahnya tampak memerah. Sesekali tangannya membetulkan penutup kepala berupa scraf yang terlihat bergeser, dengan mimik wajah tampak kesal.
Saya yang berdiri beberapa jarak darinya, secara tidak sengaja menangkap umpatan dari mulut wanita tersebut. "Mou Islam shinjirarenai! Tasukeai kuseni, uso jan! (Islam tidak bisa dipercaya, selalu bicaranya saling menolong, ternyata bohong!)." Sekilas ia memandang ke arah saya lalu kembali berkata, "Islam tak bisa dipercaya!"

Kaget bercampur tak mengerti ujung masalahnya, sebisa mungkin saya berusaha menyapa wanita tersebut. Mencoba mengulik apa masalah yang sedang dihadapi. Wanita tersebut diam mematung sejenak. Berdiri di hadapan saya sambil memandang tajam.
Kikuk dengan tatapannya, saya berusaha sedapat mungkin mencairkan suasana dengan berkenalan, menyebutkan nama dan negara asal. "Jika ada yang bisa dibantu, Insya Allah saya akan ikut menolong, " kalimat tersebut akhirnya keluar dari mulut, dalam kikuk.
Entah kenapa, wanita Jepang dihadapan tiba-tiba menangis "Saya berIslam untuk bahagia, bukan menderita. Saya datang ke masjid ini untuk mencari seseorang...." Ucapnya lirih disela isakan tangis.
Memilih Islam adalah pilihan wanita Jepang tersebut sesaat sebelum menikah dengan seorang pria beda negara, yang beragama Islam. Ia begitu percaya bahwa pria muslim tersebut akan membawanya kearah kebahagiaan dunia akhirat. Tak disangka, pernikahan justru membuatnya jatuh ke dalam lubang yang digalinya sendiri.
Suami yang mengaku Islam, ternyata tidak pernah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Jangankan sholat ataupun puasa Ramadhan, memberi nafkah penghidupan bagi isteripun tidak pernah. Hingga ia harus turut bekerja untuk menopang agar dapur 'ngebul' atau sekedar untuk belanja keperluan sendiri. Sampai suatu ketika, ia tersontak kaget mendapatkan seluruh tabungan terkuras habis dengan suami kabur membawa anak semata wayangnya yang masih kecil.
Dalam keadaan panik, ia menghubungi sanak keluarga suami untuk mencari informasi. "Tak mengapa semua tabungan dibawa pergi, asal anak dikembalikan, " ucapnya. Sayang, bukan berita baik yang didapat, sanak keluarga suami malah mencacinya sebagai isteri yang tak baik, ibu yang tak bertanggung jawab tanpa mau mendengarkan penjelasan darinya. "Islam? Apakah itu wajah Islam yang sebenarnya? Suka mencaci, senang menghina, bertengkar, pantas saja banyak yang bilang Islam Teroris!!" Ucapnya memberondong saya dengan pertanyaan dengan penyataan kesal. Diam, saya berusaha meresapi ucapannya.
"Bukan, itu bukan wajah Islam. Islam dan orang Islam tidak bisa disamakan. Islam itu ajaran indah, tapi orang Islam tidak semuanya bisa dikatakan indah, tergantung akhlaknya." kalimat tersebut terucap dari mulut saya, setelah sejenak berpikir. Wanita muda tadi kembali menatap tajam. "Anda aneh! Seharusnya orang yang berikrar telah Islam ya harus indah seperti ajarannya. Jadi Islam dan orang Islam itu harus sama. Ibarat cermin, pantulannya sama." Kembali wanita itu membantah.
Entah kenapa, hari itu, akhirnya saya menemukan teman diskusi menarik tentang Islam. Wanita yang baru berikrar memeluk Islam 3 tahun lalu, banyak memberikan ‘input’ bagi saya bagaimana orang Islam itu seharusnya. Di akhir obrolan, wanita Jepang tersebut berkata, "Saya mungkin kecewaan terhadap orang Islam, tapi tetap jatuh cinta pada ajaran Islam. Semoga kita bisa menjadi orang Islam yang menjadikan Islam lebih indah." Kami berpisah setelah saling bertukar nomor telpon, disertai janji akan saling berhubungan.
Islam dan orang Islam, beberapa hari ini kata-kata tersebut sering sekali mengelebat dipikiran saya. Terutama yang berhubungan dengan ucapan teman wanita Jepang di depan pintu masjid. Bahwa Orang Islam harus identik dengan ajarannya Islam. Islam adalah agama indah, berarti orang-orang yang di dalamnya harus memiliki hati yang indah.
Bagi saya, yang lahir dan di besarkan secara Islam, kalimat tersebut ibarat sindiran berupa panah yang menusuk hati. Sudahkan saya menjadi muslimah yang indah seperti ajaran Islam yang indah? Sudahkan saya seperti cermin yang memantulkan bayangan indah wujud asli? Sudahkan orang-orang disekeliling merasa aman dari lidah ataupun perbuatan saya?
Ternyata, masih terlalu banyak hal-hal yang tidak indah ada dalam diri saya. Semakin direnungkan, semakin saya menemukan ketidaksempurnaan akhlak diri yang harus diperbaiki.
Diskusi tak terduga tentang Islam, satu siang di depan Masjid Tokyo membuka pandangan saya. Bahwa merupakan tugas orang Islam untuk memantulkan cahaya Islam dengan indah. Ajaran Islam adalah ruh, sedangkan penampakan luar 'fisik' nya adalah orang Islam itu sendiri. Orang Islam, harus dapat sejalan dengan keindahana ajaran Islam. Keindahan yang tidak hanya dengan mudah keluar dari mulut, tapi ia juga perlu suatu bukti dari tingkah laku.
Untuk wanita Jepang di depan pintu masjid, terima kasih karena telah mengajak berdiskusi secara tidak disengaja. Obrolan satu siang di hari tersebut, semakin menyadarkan diri bahwa Islam itu indah dan akan semakin indah jika didukung oleh akhlak indah si pemilik ruhnya. Alangkah bahagianya jika suatu saat image Islam adalah agama indah berdengung tidak hanya di seantero Jepang, tapi di seluruh dunia.
Pria indonesia dimata wanita jepang .......

Ini hanya observasi pribadi dari pengalaman tinggal di Sapporo, kota dingin di utara Jepang, yang terkenal dengan Snow Festivalnya. Walaupun Sapporo menempati urutan kota terluas ketiga di Jepang, kota ini cukup jauh dari hiruk-pikuk metropolitan. Bersepeda sedikit saja keluar pusat kota, akan terasa keheningan pedesaan walau masih dipenuhi oleh apartemen2 khas Jepang yang didominasi bangunan kayu. Seorang teman Jepang pernah mengatakan bahwa di Sapporo jam berdetak lebih lambat dibandingkan Tokyo. Maksudnya, walau dengan etos kerja yang sama, orang Sapporo terlihat lebih santai dibandingkan dengan sesamanya di Tokyo. Namun demikian, tipikal orang Jepang yang ‘gila kerja’ juga terlihat dalam kehidupan keseharian di Sapporo.

Sabtu di Jepang adalah hari libur (dari kerja), tetapi kita akan tetap menemui banyak pria berjas hilir mudik di Sapporo Station (station utama dan yang terletak di pusat kota). Jas adalah seragam orang kantoran. Artinya, walaupun libur, masih banyak orang Jepang, khususnya pria, yang lembur kerja. Bahkan pemandangan yang sama bisa kita jumpai pada hari Minggu. Di Sabtu dan Minggu, khususnya di musim panas, akan sering terlihat ibu dan anak berjalan-jalan, menikmati keindahan Taman Odori, Maruyama, atau taman2 lain. Ada yang hanya berjalan-jalan, duduk santai bahkan bermain dengan anak2. Taman Odori adalah taman kota sepanjang hampir 1,2 km yang terletak tepat di tengah kota. Di taman inilah, saat musim dingin, diadakan Snow Festival yang sangat terkenal itu. Maruyama adalah taman di pusat kota juga, tapi tidak tepat di jantung kota seperti Odori. Di tengahnya ada danau kecil tempat orang naik perahu dan di musim panas, taman itu pusatnya barang2 loakan (flea market). Di musim dingin taman itu dijadikan tempat cross country ski sederhana. Yang menarik adalah jarang sekali terlihat bapak2 yang menemani anak2nya bermain. Kalau pun ada satu dua, biasanya mereka masih mengenakan jas yang artinya baru pulang lembur. Pemandangan yang sama pun akan dijumpai di kereta bawah tanah dan mall. Sangat sedikit terlihat keluarga utuh, bapak, ibu dan anak berjalan bersama.

Memang berbeda dengan kota-kota besar di Jepang, dimana nilai keluarga di Sapporo masih cukup tinggi. Menikah, memiliki anak dan hidup berkeluarga, masih merupakan bagian hidup yang dijalani sebagian besar penduduk Sapporo. Berbeda dengan apa yang pernah diamati dan diceritakan di Hiroshima, Kobe, Yokohama, dan beberapa kota2 besar lainnya. Di sana, sangat jarang melihat keluarga bermain di taman atau melihat ibu2 mendorong kereta bayi. Umumnya di taman2 mereka didominasi oleh remaja2 yang bermain dengan sesamanya.

Walaupun demikian, seperti halnya Jepang secara keseluruhan, pria lebih dominan dibandingkan dengan wanita. Dalam keluarga, perempuan bertanggung jawab semuanya, mulai dari mengurus suami dan rumah tangga. Tugas suami hanyalah bekerja mencari nafkah. Novel2 dan film2 Jepang, baik seting lama maupun baru pun secara tidak langsung menunjukan hal tersebut. Jika satu keluarga akan berpergian, maka sang istrilah yang menyiapkan semuanya. Bahkan, sampai menyiapkan dan memasukan semua barang ke dalam mobil pun di lakukan oleh istri. Suami tinggal masuk mobil dan menyetir. Yang sering terlihat di mall atau di taman pun sama. Suami tidak pernah direpotkan dengan urusan anak. Anak belepotan makanan, baju kotor, ganti topi, membersihkan muka, dan semua ‘tugas kecil’ dilakukan semuanya oleh istri.

Tampaknya, bagaimana pria lebih superior dari wanita sudah terlihat sejak remaja. Lebih dari sekali terlihat, pasangan remaja, jika berpergian, maka yang membawa tas atau beban lebih banyak adalah yang wanitanya. Bahkan satu dua kali terlihat jika hanya ada satu sepeda, maka yang pria yang naik sepeda, sementara yang wanita jalan!

Itulah budaya Jepang dan tampaknya tidak ada masalah dengannya. Ini terbukti, dengan budaya yang sudah ratusan tahun itu, Jepang tetap bertahan dan maju sampai seperti sekarang.

Tampaknya pandangan beberapa wanita Jepang tentang budaya itu sedikit berubah saat mengenal lebih dekat kehidupan warga Indonesia di sana. Di Sapporo, ada banyak orang2 Jepang, yang umumnya wanita, sering bergabung dengan acara2 mahasiwa dan keluarga Indonesia (banyak wanita karena yang pria lebih suka kerja dan mabuk). Mereka tentu mengamati hal2 sederhana yang ternyata terlihat luar biasa dengan budaya yang selama ini mereka jalani. Hal yang aneh untuk mereka melihat suami mencuci piring, atau suami membawa belanjaan di mall, atau suami yang menutup dan mengunci pintu saat sekeluarga berpergian, atau suami membantu mengganti baju anak di taman atau menyuapkan makanan kepada anaknya. Hal yang luar biasa juga untuk mereka melihat suami memasak dan menyiapkan makanan untuk istrinya, atau bermain dengan anak sementara istrinya duduk dan membaca.

Mereka pun merasa heran jika melihat mahasiswanya selalu mengantarkan dan tidak membiarkan mahasiswi pulang sendirian malam2. Jepang adalah salah satu negara teraman di dunia. Tidak ada kekhawatiran untuk pulang malam sendirian. Mereka lebih heran lagi jika tahu alasan mengantar tersebut bukan karena takut ada apa-apa di jalan, tapi karena menghargai mereka. Mereka juga akan terheran-heran jika ada yang rela memberikan sepedanya untuk dinaiki sementara yang punyanya berjalan. Pernah suatu kejadian, kita berjalan berlima, tiga pria (mhs Indonesia) dan dua wanita Jepang. Kita semua kebetulan membawa sepeda. Setengah mati kita memaksa dan juga meyakinkan mereka untuk memakai dua sepeda kita. Suatu hal yang sulit dengan bahasa yang pas-pasan dan perbedaan budaya bertolak belakang. Terus terang, saat itu kita menawarkan bukan karena to be gentle, tapi agar segera sampai ke tempat tujuan. Tapi tetap saja susah sehingga kita semua berjalan dan agak terlambat sampai. Di kejadian lain, dalam kasus seperti itu, akhirnya kita tidak lagi menawarkan sepeda tapi menyuruh dengan tegas, take this bike or we don’t go.

Kebetulan, di dalam acara kumpul2 atau diskusi membahas sesuatu, hampir semua orang Indonesia, adalah orang2 yang mau mendengar dan menghargai pendapat orang lain. Di setiap diskusi mereka, orang2 Jepang, umumnya diam dan manut saja. Mungkin karena masalah bahasa dan juga merasa posisinya hanya sebagai penggembira dalam kelompok. Tapi kita tetap dan selalu minta pendapat mereka. Kita jelaskan dulu apa yang sedang kita bahas dalam bhs Jepang oleh teman yang bisa. Dan kemudian kita persilahkan mereka bicara dalam bahasa Jepang dan nanti akan diterjemahkan. Mereka mungkin tidak percaya betapa kita mau repot2 menjelaskan dalam bahasa mereka dan kemudian mendengar pendapat kelompok penggembira seperti mereka.

Dalam banyak hal, mereka melihat bahwa bangsa Indonesia memiliki budaya yang lebih baik dibanding dengan budaya mereka, khususnya dalam hubungan pria dan wanita. Dua dari tiga teman wanita Jepang jika ditanya apakah suka dengan pria Indonesia, maka mereka menjawab suka dan yang ketiganya bahkan ingin menikah dengan pria Indonesia. Sebagian besar teman2 Jepang yang sering bergabung adalah mereka yang berumur minimal di akhir 20an, dimana melihat lawan jenis sudah tidak dari tampan dan gagahnya tapi sudah lebih pada karakternya. Bukti betapa ‘lakunya’ pria Indonesia di Jepang, adalah setidaknya di lingkungan Sapporo saja sudah ditemui sekitar enam keluarga, dimana suaminya adalah orang Indonesia.

Barangkali, kebetulan saja, orang2 Indonesia yang datang ke Jepang adalah orang2 pilihan. Tapi jika kita kenal lebih jauh dengan teman2 Jepang itu, kita akan tahu bahwa hampir semuanya sudah pernah ke Indonesia, khususnya Bali. Mereka sudah mengenal dan berinteraksi dengan pria Indonesia ‘langsung dari sumbernya’. Dan pendapat mereka tidak berubah bahwa pria Indonesia lebih menghargai wanita di bandingkan pria Jepang.